Walhi Sumbar Ungkap Indikasi Kapolres Solsel Terlibat Beking Tambang Ilegal
Tabloidbijak.co - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi Sumatera Barat mengungkap indikasi Kepala Polres Solok Selatan Ajun Komisaris Besar Arief Mukti terlibat praktik beking tambang ilegal di wilayah hukumnya. Adapun sebelumnya penindakan tambang galian C ilegal telah memicu penembakan polisi hingga tewas oleh polisi di Polres Solok Selatan.
Direktur Eksekutif Walhi Sumbar Wengki Purwanto, di Padang, Rabu (4/12/2024), mengatakan, indikasi keterlibatan Arief dalam beking tambang ilegal terungkap dalam sidang kode etik Kepala Bagian Operasional Polres Solok Selatan Ajun Komisaris Dadang Iskandar (57) di Jakarta, Selasa (26/11/2024), atas pembunuhan terhadap koleganya, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Solok Selatan Ajun Komisaris Ryanto Ulil Anshar (34).
”Dalam pembacaan dakwaan oleh penuntut, Kepala Polres Solok Selatan disebut menerima aliran dana tambang ilegal Rp 600 juta per bulan dari total 20 unit alat berat (yang dilindungi) dan juga tambang-tambang tradisional lainnya,” kata Wengki di sela-sela diskusi publik yang diadakan Walhi Sumbar dan The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) di Padang.
Wengki melanjutkan, dalam pembacaan dakwaan itu, juga disebutkan Arief sebagai kepala polres diduga mendapatkan setoran itu sejak ia menjabat. Jika informasi itu benar, dari hitungan Walhi Sumbar, kepala polres diduga telah mendapat setoran sekitar Rp 16,8 miliar selama 28 bulan menjabat di Solok Selatan.
Dengan adanya indikasi terlibat beking tersebut, Wengki merasa janggal jika Kepala Polres Solok Selatan belum ditindak oleh Polda Sumbar. Kepala polres justru mendampingi Kepala Polda Sumbar Inspektur Jenderal Suharyono dan jajaran ketika membakar peralatan bekas tambang emas ilegal di Solok Selatan, Kamis (28/11/2024) lalu.
”Apakah kepala polda tidak tahu bahwa kepala polres menerima aliran dana, kami pikir kepala polda tahu. Ini seakan-akan menyamarkan kejahatan yang diduga dilakukan kepala polres dalam praktik beking tambang ilegal di Solok Selatan,” ujar Wengki.
Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Barat (Sumbar) Wengki Purwanto (dua dari kiri), didampingi Ketua PBHI Sumbar Ihsan Riswandi (dua dari kanan), peneliti politik lingkungan Universitas Andalas Dewi Anggraini (kiri), dan moderator Novia Harlina berbicara dalam diskusi publik bertema ”Mampukan Kapolri Mengusut Tuntas Beking Tambang Ilegal di Sumbar” di Padang, Sumbar, Rabu (4/12/2024).
Selain itu, Wengki mengatakan, pihaknya mendapatkan informasi bahwa tambang galian C ilegal yang memicu Dadang membunuh Ulil diduga adalah milik salah seorang polisi yang berdinas di Polres Solok Selatan. Informasi itu juga diungkap dalam dakwaan yang dibacakan penuntut dalam sidang kode etik Dadang.
Adapun hasil tambang galian C ilegal itu, kata Wengki, diduga digunakan untuk proyek pembangunan embung yang menggunakan dana negara.
”Dengan data ini, semestinya kasus polisi tembak mati polisi di Polres Solok Selatan diambil alih oleh Mabes Polri. Artinya, yang diproses tidak hanya Dadang. Kapolri juga harus memeriksa kapolda secara langsung dan seluruh kapolres di Sumbar,” kata Wengki.
Kompas berupaya mengonfirmasi informasi yang diungkap Walhi Sumbar itu kepada Suharyono. Melalui pesan teks, Suharyono membalas, ”Masih kami dalami. Keterangan tersangka perlu diklarifikasi.”
Kepala Polda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Suharyono (lima dari kanan) didampingi jajarannya, termasuk Kepala Polres Solok Selatan Ajun Komisaris Besar Arief Mukti (tiga dari kanan), melakukan operasi pemberantasan tambang emas ilegal di Solok Selatan, Kamis (28/11/2024).
Sementara itu, dalam sejumlah jumpa pers, Polda Sumbar juga belum mengungkap siapa pemilik tambang galian C ilegal yang memicu pembunuhan, motivasi Dadang membumbunuh Ulil dan kemudian menembaki rumah dinas kapolres , dan praktik beking tambang ilegal.
”Ini sedang kami dalami,” kata Suharyono dalam jumpa pers di Padang, Minggu (24/11/2024), sembari menyatakan komitmen bahwa tidak ada hal yang akan ditutup-tutupi dalam kasus tersebut.
Berantas tambang ilegal
Dalam diskusi publik bertema ”Mampukan Kapolri Mengusut Tuntas Beking Tambang Ilegal di Sumbar” itu, Walhi Sumbar juga memaparkan data aktivitas tambang ilegal, terutama tambang emas ilegal di hulu daerah aliran sungai (DAS) Batanghari. Berdasarkan data tahun 2022-2023, luas total tambang ilegal di hulu DAS Batanghari mencapai 7.662 hektar.
Dari total tersebut, bukaan tambang emas ilegal terbesar terdapat di Solok Selatan seluas 2.939 hektar, disusul Dharmasraya 2.179 hektar, Solok 1.330 hektar, dan Sijunjung 1.174 hektar.
”Luas tersebut belum termasuk tambang ilegal yang ada di Pasaman Barat, Pasaman, Lima Puluh Kota, Padang Pariaman, dan daerah lainnya di Sumbar,” kata Wengki.
DOKUMENTASI WALHI SUMBAR
Sebaran tambang emas ilegal di aliran Sungai Batanghari, Sumatera Barat, per 29 Oktober 2024.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Sumbar Ihsan Riswandi, dalam diskusi, mengatakan, aturan untuk menindak tambang ilegal sudah cukup banyak. Walakin, apakah aparat penegak hukum mau untuk menindaknya, itu masih jadi pertanyaan.
Ihsan pun meragukan komitmen Polda Sumbar memberantas aktivitas tambang ilegal. Hal itu tampak dari kegiatan pembakaran bekas tambang emas ilegal di Solok Selatan, Kamis (28/11/2024) lalu. Dalam aksi itu, hanya polisi yang hadir, tidak tampak unsur instansi berwenang lainnya, seperti dinas ESDM ataupun dinas kehutanan.
”Hanya drama yang dibuat pihak kepolisian,” kata Ihsan.
Risiko pekerja besar, tetapi yang didapat hanya untuk biaya hidup sehari-hari.
Peneliti politik lingkungan dan dosen ilmu politik Universitas Andalas, Dewi Anggraini, dalam diskusi, mengatakan, ada beberapa pihak yang terlibat dalam tambang emas ilegal, yaitu pemodal, pemilik lahan, pekerja tambang, dan oknum aparat sebagai pembeking.
Di antara pihak-pihak tersebut, kata Dewi, yang mendapat risiko paling besar adalah pekerja atau masyarakat. Pekerja rentan kehilangan nyawa saat terjadi kecelakaan dan juga rentan menjadi orang yang ditangkap ketika polisi melakukan razia.
”Risiko pekerja besar, tetapi yang didapat hanya untuk biaya hidup sehari-hari,” kata Dewi.
Adapun pemodal biasanya mendapat keuntungan sekitar 50 persen, pemilik lahan sekitar 20 persen, sedangkan pembeking dibayar berdasarkan jumlah alat berat/ekskavator yang dilindungi.
Dewi menambahkan, aktivitas tambang emas ilegal sebenarnya bisa diatasi dengan membuka tambang rakyat secara resmi, misalnya skala nagari/desa, dengan aturan ketat dan memperhatikan lingkungan. Jadi, manfaat tambang itu benar-benar dinikmati masyarakat kecil.
”Maka, tidak ada lagi pemodal luar dan pembeking,” katanya.
No comments