Breaking News

Dunia Pendidikan Nasibmu Kini …


 Tabloidbijak.co - Hari itu sore, hampir memasuki waktu sholat Ashar, tepatnya hari Rabu kemarin. Saat itu bertepatan dengan jadwal rapat Pengurus PWI Sumbar.

Kedatangan dua orang teman yang notabene berprofesi tenaga pendidik.


Kami duduk bertiga dibawah pohon yang rindang terletak antara Youth Center dengan PWI Sumbar.


Banyaklah mereka bercerita tentang pengalaman melaksanakan tugas dan fungsinya.


Kami juga membicarakan isu guru honorer yang di non job kan kepala sekolah, ternyata teman kuliah sahabat saya ini ketika kuliah di FKIP UBH dulu. Teman satu kos lagi katanya.


Sahabatku ini bercerita, kemarin aku ditelpon oleh seseorang yang nomornya tidak aku ketahui, katanya.


Ternyata, setelah diangkat dan ditanya rupanya teman sekelas sewaktu SMA dulu. 


Dia bercerita anaknya sedang kuliah 2 orang dan satu di SMP dan dia sudah lama ditinggalkan suami dan artinya membesarkan anak sendiri alias membesarkan anak yatim.


Dan setelah berbincang bincang agak lama kemudian dia menyampaikan keinginan untuk meminjam uang Rp 200 ribu. 


Anaknya didesak pihak sekolah agar segera membayar uang LKS pada hari itu.


Kalau tidak, anaknya tidak boleh mengikuti pelajaran. Mendengar hal itu aku geram bukan main bukan karena temanku itu  pinjam uang tapi geram dengan kelakuan pihak sekolah yang masih bertindak sewenang-wenang serta memaksakan kehendak.


Kemudian nyali pengawas ku naik dan menanyakan dimana sekolah anaknya dia menyebutkan salah satu sekolah di Kota Padang ini.


Dan sebagai seorang teman tentu aku harus membantu teman yang minta bantuan seperti ini dan berjanji besok aku transfer karena tidak punya m-banking .


Nah, disini betapa terlihat susahnya orang tua murid untuk mencari duit memenuhi kebutuhan anaknya, uang Rp200  ribu.


Ortu harus mencari pinjaman sana sini untuk memenuhi tuntutan sekolah yang tak  tahu aturan ini.


Apalagi orang tua tersebut harus mencari sendiri alias single parent untuk membesarkan anak-anaknya.


Harapannya, dititip  anak belajar di sekolah negeri dengan harapan anaknya bisa sekolah gratis.


Tapi kenyataannya pungutan-pungutannya tetap banyak yang harus dibayar oleh orang tua murid ini, termasuk LKS yang seharusnya itu kewajiban guru mendesain bahan ajar bukan memberatkan orang tua.


Pertanyaan saya sebagai salah satu pengawas sekolah, untuk apa buku yang dibeli dari dana BOS, kalau bahan ajar juga akan menggunakan LKS?


Untuk para guru dilatih dan sertifikasi kalau tidak mampu membikin bahan ajar sendiri ?


Untuk apa kurikulum merdeka kalau bahan ajar, modul ajar sama semua ?


Untuk apa mereka sertifikasi ?


Tak lama usai bercerita kedua sahabat itu, masuk wa dari salah seorang junior di bidang jurnalistik, dikirimnya kepsek dan guru honorer viral itu sudah berdamai.


Syukurlah …


Saat ini sekolah seolah menjadi tempat berbisnis para pendidik yang dulu dijuluki dengan pahlawan tanpa tanda jasa.


Siswa dan orang tua  menjadi konsumen.


Padahal kalau dulu kita cukup punya buku ajaran dari sekolah yang menyediakan.


Dan ternyata kita juga bisa pintar dan tetap bisa berkompetisi didunia kerja dan dimasyarakat.


Itulah mirisnya dunia pendidikan kita sekarang.


Entah kapan dan siapa nanti yang akan bisa memperbaiki dunia pendidikan dengan kondisi seperti sekarang.


Kita doakan saja semoga bisa berubah ke arah yang lebih baik, Aamiin yra 🤲


Padang 3 Agustus 2024


H-4 Menjelang Hari Jadi Kota Padang ke 355 Tahun

No comments