Breaking News

Kisah Heroik Pemuda Koto Marapak Padang, Syarif yang Berakhir di Ujung Bedil Penjajah


Tabloidbijak.co - Monumen bersejarah yang tertutup oleh lapak yang berseberangan dengan Bank Nagari Pusat Jalan Pemuda Padang

Kota Padang kaya akan sejarah, salah satu landmark menarik yang mewarnai ibu kota Sumatera Barat (Sumbar) tersebut ada di Jalan Koto Marapak Kecamatan Padang Barat.

Terdapat sebuah tugu yang dulu berdiri gagah di depan terminal yang saat ini dikenal dengan Plaza Andalas.

Tugu itu dibangun pada tahun 1984 untuk mengenang perjuangan seorang pemuda bernama Mohammad Syarif yang diduga meninggal di ujung senapan Belanda.

Pemuda Syarif lahir dan besar dalam keluarga pedagang, ia merupakan anak dari Abdul Moeis dan Nurliah.

Ia merupakan pemuda yang terpelajar dengan jiwa sosial yang tinggi dan berani mengambil keputusan.

Melihat latar belakangnya ini pemuda Syarif sering ambil bagian dalam membela bangsanya dari kaum penjajah.

Semula berawal dari kebencian pada sekutu yang kembali datang ke Kota Padang pasca kemerdekaan Indonesia .

Persisnya di Jalan Olo (saat ini Jalan Pemuda) dimana dulu pernah ada terminal lintas Andalas dan sekarang berdiri plaza Andalas.

"Rumah itu berada di sana persis tempat Bank Nagari saat ini berdiri. Di sana dulu tinggal orang Belanda," kata Jafrinal anak Budjang, Pemuda Koto Marapak yang ditahan bersama pada kejadian itu.

Rumah itu milik Bordewijk dimana jadi asrama bagi orang Belanda yang berasal dari Kota Bangkinang .

Di rumah itu banyak orang Belanda yang tinggal dan memiliki sikap sombong baik dalam bersikap maupun bicara dengan masyarakat setempat.

Orang Belanda yang tinggal di asrama sering menganggap rendah terutama pada masyarakat yang menjual dagangan pada mereka.

Tidak tanggung-tanggung ucapan kasar bahkan disertai dengan bentakan sudah sering mereka lakukan.

Sehingga terdengar sampai telinga para pemuda Ujung Pandan dan Koto Marapak yang sebagian adalah anggota Pemuda Republik Indonesia (PRI).

"Sehingga pada waktu malam hari para pemuda melakukan pembakaran dan pengepungan di  rumah tempat para orang Belanda itu tinggal. Pada saat pembakaran itu tertangkap sebanyak 21 orang yang terdiri dari 13 perempuan dan 8 laki-laki," sebut Jafrinal saat ditemui di Plaza Andalas.

Pada mulanya jelang pembakaran tersebut dilakukan para pemuda Ujung Pandan dan Koto marapak,  sepakat membalas kecongkakan Belanda.

Para pemuda mulai menyiapkan strategi untuk menjalankan aksi pembakaran dan penyerbuan pada 18 November 1945 pukul 22.00 WIB.

Pemuda Ujung Pandan dan Koto Marapak berniat untuk mengepung rumah tersebut dari satu arah, saat orang Belanda dan kaki tangannya sedang berpesta dan berdansa.

Para orang Belanda melihat serbuan dan pembakaran ini menjadi terkejut dan panik.

Saat api mulai membesar orang Belanda yang berada di dalam rumah tidak bisa lagi melarikan diri karena sudah di kepung.

"Sewaktu berhasil menangkap orang Belanda tersebut, satu orang laki-laki langsung dibunuh di belakang rumah," kata pria yang tinggal di sekitar Plaza Andalas itu.

"Selanjutnya saat tinggal 2 orang, pemuda kembali ingin melancarkan aksi pembunuhan namun ada satu orang Belanda yang berhasil kabur," sambungnya mengenang.

"Kalau saya tidak salah namanya Freed, ia berteman dengan sekumpulan pemuda di Koto Marapak," katanya sembari menepatkan potongan cerita yang didapat dari ayahnya.

Orang Belanda yang berhasil melarikan diri itu mengenal wajah beberapa pemuda Ujung Pandan dan Koto Marapak lalu melaporkan kejadian itu pada tentara Belanda.

"Nama orang yang dikenal oleh Freed itu Budjang, sehingga melalui laporan tersebut seluruh pemuda Ujung Pandan dan Koto Marapak ditangkap oleh Belanda," bebernya.

"Seluruh pemuda yang berusia 15 tahun ke atas pada saat kejadian itu diangkat dan di bawa ke penjara," kata Jafrinal.

Sebanyak lebih 20 orang pemuda Koto Marapak dan Ujung Pandan pada saat itu berhasil diringkus oleh Belanda untuk dimasukan penjara.

Sedangkan 13 perempuan yang saat itu juga ditangkap oleh pemuda dibawa ke Kuranji.

Berbeda dengan 20 orang yang terlebih dahulu di tangkap Pemuda Syarif baru berhasil ditemukan pada 22 November 1945.

Setelah pemuda Syarif tertangkap sebanyak 20 orang tahanan di lepaskan karena dianggap tidak terlibat.

Hanya saja yang masih ditahan bersama pemuda Syarif yaitu Daud Malin Maradjo, Budjang, Amin, Raba'in, Syahbuddin, Lapang dan lainnya yang total sekitar 20 orang.

"Saat para tahanan berada di penjara ada tentara Inggris mengatakan bahwa saat Inggris meninggalkan Indonesia para pemuda itu nantinya akan di hukum mati," bebernya.

Setelah penangkapan para tahanan itu juga lama baru bisa melakukan proses persidangan.

Pemuda Syarif saat itu juga mengalami penyiksaan dan interograsi hingga sekujur tubuhnya membiru, bengkak dan lebam.

Baru berselang 1 tahun setelah penangkapan pada 28 November 1946 saat tentara sekutu meninggalkan Kota Padang, Belanda mulai menjalani serangkaian sidang di pengadilan tingginya.

Hal ini seperti di sengaja oleh pihak Belanda agar bisa menjatuhkan hukuman berat pada pemuda Syarif dan pemuda Koto Marapak lainnya.

Setelah melakukan rangkaian persidangan para pemuda Koto Marapak mendapatkan hukuman beragam mulai dari 12 hingga 15 tahun.

Sedangkan pemuda Syarif dijatuhi hukuman mati setelah 2 tahun dari kejadian penyerangan di lakukan tepat pada 1 November 1947.

"Saat mengetahui hukuman tersebut, para pemuda coba melakukan pelatihan dan berhasil lolos sebanyak 18 orang," jelasnya.

Meski bisa melarikan diri sebanyak 18 orang masih ada sisa Pemuda Syarif dan Daud Malin Maharajo.

"Jadi saat tinggal berdua dengan Pemuda Syarif ada satu pemuda Koto Marapak yang menyaksikan Pemuda Syarif ditembak mati,"

"Pemuda yang tinggal itu berhasil keluar hidup-hidup setelah Pemuda Syarif ditembak mati," kenangnya.

Menurut keterangannya pemuda Syarif ditembak sebanyak 12 peluru pada 1 November 1947 itu.

Sebelum di tembak mati Pemuda Syarif sempat berpantun, menurut kesaksian pemuda yang ada bersamanya itu.

"Pantunnya Diatas Pisang Di atas Jantung, Di Tengah -Tengah Pohon Kelapa, Biar ditembak atau di gantung, asal Indonesia tetap merdeka," terangnya.

"Saat akan ditembak mati pemuda Syarif juga meminta untuk tutup matanya di buka, ia terlihat seperti menantang saat akan ditembak," kata Jafrinal menambahkan.

Meski demikian saat ini Monumen Tugu Pemuda Syarif tidak bisa lagi dikenali. Setelah dibangun 1984 persis di depan terminal lintas Andalas patung itu dipindahkan.

Letaknya yang dulu bisa dengan mudah ditangkap oleh mata untuk mengundang tanya kini tergusur oleh pembangunan Plaza Andalas untuk menggantikan Terminal.

Seiring kepergian terminal lintas Andalas monumen tugu Pemuda Syarif juga tersingkirkan. Tugu yang awalnya didesain Nasbahri C Koto sekarang sudah berpindah ke sisi kanan Plaza Andalas.

Posisi tugu itu semakin memprihatinkan karena tidak terawat dan juga banyak rusak. Posisinya yang tidak lagi strategis serasa memudar bersama sejarahnya yang tragis. Dan sudah tertutup oleh lapak pedagang kaki lima.

Kisah heroik pemuda Koto Marapak Padang seolah hilang oleh hingar bingarnya kehidupan. “Sudah sepatutnya pemuda Syarif diusulkan sebagai pahlawan oleh Pemko Padang,” usul warga setempat.

No comments