Breaking News

Dugaan Korupsi Proyek DJKA, Oknum BPK Disebut Terima Aliran Suap Rp 994 Juta


 Tabloidbijak.co - Oknum Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) disebut menerima aliran dana suap dalam proyek pemeliharaan jalur kereta api (KA). Yakni sebesar RP 994 juta untuk sekali tender pelaksanaan proyek.

Nilai tersebut setara dengan 1-1,5 persen dari nilai proyek. Tujuannya untuk memuluskan supaya pada saat dilakukan pemeriksaan atau audit oleh petugas BPK, tidak ada temuan mark up anggaran.  

Sehingga semua seolah tidak ada kesalahan dan proyek telah dilakukan dengan benar sesuai kontrak pekerjaan.

Hal tersebut diungkap oleh karyawan teknis lelang PT Istana Putra Agung (IPA), PT Prawira Mas, dan PT Rinenggo Ria, Raya Arief Nazar.  Ia mengaku bukan sekali dua kali mengantarkan sejumlah uang atas nama BPK.

Bahkan ia mengungkap, sudah beberapa kali  memberikan uang tunai ke oknum Lembaga pemeriksa pengelolaan keuangan negara tersebut pada proyek di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub.  Uang tersebut diakuinya sebagai bentuk setoran atas permintaan BPK.

Orang BPK yang menghubungi saya, bilang dari pusat BPK. Kemudian saya mengantar uang yang sudah disiapkan di ransel. Lalu uangnya saya serahkan ke seorang utusan BPK itu," ujar Arief dalam sidang dengan terdakwa Dion Renato Sugiarto, Direktur PT IPA di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (10/7).

Ia menjelaskan, salah satunya penyerahan uang itu dilakukan di rumah makan di Jakarta. Ia memberikan uang sebanyak Rp 994 juta atas perintah terdakwa Dion. Yakni dalam proyek rel kereta api Ciomas, Jawa Barat.

Menurutnya, pembagian aliran dana semacam ini sudah menjadi rahasia umum di kalangan kontraktor. Artinya, hal lumrah dilakukan jika ingin proyeknya aman pada saat di audit. “Memberi uang ke BPK setelah ada audit. Besarannya 1-1,5 persen dari nilai proyek," ungkapnya.

Diakui Arief, sebelum dan sesudah melaksanakan transaksi secara tunai untuk setoran ke BPK, pihaknya pasti melapor ke terdakwa Dion selaku Direktur PT Istana Putra Agung  (IPA).

Dion dalam kasus ini didakwa menyuap sekitar Rp 27,9 miliar. Nilai itu untuk kepentingan proyek pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub di wilayah Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Makassar (Sulawesi Selatan).

No comments