Breaking News

Dewan Pers Soroti Masalah Keadilan Penghasilan Media

 


Tabloidbijak.co - Dewan Pers menyoroti masalah keadilan penghasilan buat media terkait dukungannya terhadap rancangan Peraturan Presiden (Perpres) soal Publisher Rights.

"Terkait dengan pengendalian digital dan mengawal jurnalisme berkualitas, termasuk upaya-upaya inovasi digital yang dilakukan oleh pemerintah harus didukung melalui peraturan ini," ujar Ninik Rahayu, Ketua Dewan Pers secara virtual, Jumat (14/7).

"Yang kedua adalah Perpres ini sebagai cara kehadiran presiden untuk memastikan bahwa media kita mendapatkan keadilan dari penghasilan yang selama ini belum dirasakan oleh kawan-kawan media," lanjutnya.

Menurutnya, dua hal tersebut adalah prioritas yang ada di dalam Perpres baru ini. Dewan Pers pun berharap percepatan untuk penyelesaian aturan tersebut.

"Jadi jangan sampai momentum yang baik terkait upaya mengatur soal platform terganggu oleh berbagai hal. Apalagi ini menjelang Pemilu saya khawatir nanti molor lagi," tuturnya.

"Maka Dewan Pers ingin kita sama-sama secara konstruktif agar peraturan ini dapat segera diselesaikan," imbuhnya.

Meski demikian, Dewan Pers menggarisbawahi pentingnya isi Publisher Rights sejalan dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Karena bertumpu pada upaya menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas, Dewan Pers berharap bahwa Perpres ini tetap harus mendasarkan pada undang-undang 40 tahun 99 tentang Pers."

"Sehingga tata kelola tentang penyelenggaraan publisher right untuk jurnalisme berkualitas tetap dalam bingkai undang-undang 40 tahun 99 tentang pers," jelas Ninik.

Peraturan ini sebetulnya sudah memiliki kesepakatan tunggal, dan hampir semua Kementerian Lembaga sudah hadir.

Ia menyebut "Setkab, Setneg, Kemenkumham, Dewan Pers sudah hadir termasuk dari forum redaksi dan pihak-pihak yang memiliki kepentingan langsung terhadap regulasi ini sudah diundang dan sudah memiliki draft final."

Kalau menganalogikan ingin melakukan percepatan mendasarkan pada pasal 66 Perpres 87 tahun 2014 maka upaya melakukan prioritas sudah sejalan dengan yang dilakukan oleh Kementerian polhukam," kata mantan Komisioner Ombudsman RI itu.

Menurut Ninik, hasil proses itu langsung dikirim ke Setneg tanpa perlu lagi proses harmonisasi. Namun, kata dia, pemerintah tampaknya memiliki kebijakan yang lain.

Alhasil, draf aturan ini dikirim Kemenko Polhukam ke Kementerian Hukum dan HAM untuk harmonisasi.

Ninik menyebut pihaknya akan bertemu dengan Menteri Sekretaris Kabinet untuk berdialog terkait peraturan ini.

Saya kira teman-teman juga sangat tahu ya kalau nyusun sebuah kebijakan itu mesti ada situasi naik turun cepat melambat lagi namanya juga proses ya. Semua proses ini tentu kita harus menghormati pasti ada minus plusnya," pungkasnya.

Publisher Rights atau aturan hak penerbit dibuat terkait dengan masalah dominasi platform iklan digital global, termasuk Google dan Facebook.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebut peraturan ini nantinya bakal menjadi jembatan antara platform digital dan perusahaan media.  Hubungan kedua pihak pun akan berjalan dengan skema business to business (B2B).

Sejauh ini, pembahasannya sudah dalam tahap finalisasi. Jika harmonisasi tuntas, Publisher Rights akan diberikan ke Presiden untuk ditandatangani dan disahkan.

Raksasa teknologi Google meminta aturan Publisher Rights atau hak penerbit di Indonesia berlaku dengan adil dan memungkinkan adanya pengecualian yang mengacu pada kontribusi dari sebuah platform digital.

"Kami percaya kriteria objektif, seperti "signifikansi" atau ambang batas traffic, harus dijelaskan dalam hukum dan berlaku sama untuk baik penyedia layanan domestik maupun internasional," kata Google dalam tulisan blog berjudul "Bekerja sama demi masa depan industri berita" pada Selasa (14/2).

"Kami sangat mendorong dibuatnya proses pengecualian yang jelas sehingga otoritas penegak independen dapat menilai kontribusi dari suatu platform digital dan memutuskan mengecualikannya dari ketentuan atau regulasi yang berlaku," tambahnya.

Google menyebut jika kontribusi tidak diapresiasi, maka "platform digital mungkin menjadi kurang termotivasi untuk secara proaktif bekerja sama dengan penerbit berita dan ini menimbulkan ketidakjelasan mengenai inisiatif dan investasi yang telah berjalan di Indonesia."

Menurut Google, dalam menentukan layanan platform digital mana saja yang akan dikenai regulasi apapun nantinya, industri harus mendapatkan kepastian dan kejelasan tentang dasar keputusan itu.

Apa yang disampaikan Google berkaitan dengan aturan Publisher Rights yang draftnya tengah dibahas oleh pemerintah dan akan berbentuk perpres. Draft perpres tersebut disusun oleh Dewan Pers dan Task Force Media Sustainability kepada Kominfo.

Melansir Antara, draft usulan itu berjudul "Usulan Jurnalisme Berkualitas dan Tanggung Jawab Platform Digital". Aturan tersebut dinilai perlu agar konvergensi media dapat memberi peluang yang sama untuk media massa konvensional atau media baru.

Pada Rabu (15/2), Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kansong menyebut rancangan ini diupayakan untuk bisa selesai dalam sebulan.

"Harus (bisa selesai Maret) saya kira. Itu sudah arahan Presiden, kita kerjakan maraton. Bekalnya sudah ada, tinggal disempurnakan. Saya kira dalam waktu sebelum sebulan rancangan perpres ini bisa selesai," katanya kepada wartawan, Rabu (15/2).

Terkait mekanismenya, Usman mengatakan hal tersebut akan ada di aturan tersebut. Apakah nantinya platform digital akan "membayar kompensasi, apakah bagi hasil, atau yang lain-lain itu diatur oleh badan pelaksana."

Saat ini sejumlah platform digital disebut sudah melakukan inisiatif serupa, tetapi menurut Usman, kehadiran aturan ini akan membuat hal tersebut sifatnya menjadi kewajiban.

"Dengan adanya regulasi semua punya kewajiban untuk melaksanakan regulasi ini yang dengan ukuran-ukuran tertentu. Pasti ukuran-ukuran tertentu, misalnya, kehadirannya signifikan di Indonesia," kata Usman.

Lebih lanjut, terkait definisi platform digital dengan kehadiran signifikan nantinya akan dipaparkan dalam Peraturan Presiden.

"Platform digital memang kebanyakan mengacu kepada platform asing. di Perpres nanti akan diatur yang kehadirannya signifikan," tutur Usman.

No comments